Pupuk kepekaan mulai detik ini!
Kepekaan tidak sekedar bisa kamu tujukan pada kekasihmu, lebih dari itu peka menurut pengertian KBBI ialah mudah merasa atau terangsang. Namun konteks merasa di sini jangan di salah artikan sebagai hal yang bersifat negatif. Ada kalanya kita sebagai orang yang terdidik "katanya" bisa mencurahkan kepekaan kita terhadap hal yang berorientasi pada kemanfaatan serta kemaslahatan. Tidak perlu muluk-muluk bicara mengenai peka akan perubahan zaman, perubahan dunia, perubahan alam, perubahan orang yang kita sayang. Bisa peka terhadap perubahan di lingkungan kita tinggal sudah merupakan hal yang bagus.
Peka tok opo cukup? Tentu saja tidak setelah kita peka seyogyanya kita harus bisa menganalisa, mencari tahu sabab-musabab sebuah permasalahan itu terjadi dan mencoba menawarkan sebuah solusi. Katakan saja ada masalah di dalam bangku kelas, seperti halnya "Dosen acuh terhadap mahasiswa di kelas xyz, tidak memperhatikan perkembangan mahasiswa cuma datang ngajar lalu kelar", ini merupakan contoh yang mungkin sering kita temui. Lalu bagaimana tanggapan kita sebagai orang yang peka? Semisal kita sadar akan hal itu. Coba kita mulai dengan memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang sekiranya agak menggelitik, seperti "kira-kira kenapa ya kok dosen tersebut kayak cacing kepanasan kalo ngajar di kelas xyz? apa mungkin karena AC di kelas yang mati kok sampai acuh terhadap mahasiswanya".
Nah, hal di atas merupakan contoh yang teramat sederhana. Kita ketahui bersama bahwa proses KBM di kampus bisa berlangsung dengan asyik juga karena ada beberapa faktor pendukung antara lain mulai dari mahasiswa yang aktif, dosen yang proaktif, kelas yang fasilitatif. Kalo ada salah satu unsur yang kurang pastinya akan menjadi pengaruh yang menyebabkan kegagalan.
Kembali lagi pada pembahasan, kepekaan yang seperti apa yang harus kita punya? Jawabannya tentu ada pada kalian sendiri, sebagai seorang mahasiswa apa hal yang patut di peka-kan. Kalau boleh berspekulasi, harusnya sebagai orang yang memiliki previlege bisa mengampu pendidikan sampai perguruan tinggi harus bisa berfikir kritis nan logis. Untuk bisa berfikir runtut seperti itu tadi, tidak bisa kita dapatkan hanya dengan berleha-leha mengharap mukjizat atau keajaiban datang dengan sendirinya. Harus kita pupuk dan latih sedikit demi sedikit. Sebagai awal bisa kita lakukan dengan memahami diri kita sendiri, jangankan mau merubah keadaan atau realitas sosial kalau kita belum selesai dengan diri sendiri, sebab hal itu muhal terjadi. Untuk menyelesaikan diri sendiri bisa kita lakukan dengan membaca buku yang berkaitan dengan cara agar bagaimana kita bisa mengenali apa-apa yang ada dalam diri. Atau cara paling sederhana yang bisa kita lakukan ialah dengan menyayangi diri sendiri, sebab jika kita sudah sayang berarti kita sudah pasti akan mengenalinya.
Pun kepekaan tidak akan pernah ada jika orang belum mampu sadar akan fitrahnya sebagai mahasiswa. Sebuah kesadaran hanya mampu di gapai ketika sudah mencapai tingkat kesadaran kritis. Menurut Paulo freire kesadaran di klasifikasikan menjadi tiga golongan antara lain kesadaran magist, naif dan kritis. Tingkatan yang pertama ialah ketika seorang manusia tidak tahu akan apa yang terjadi di sekitarnya, itu yang di sebut kesadaran magist. Yang kedua ialah ketika manusia tahu akan adanya ketidaksesuaian yang terjadi tapi enggan melakukan pembenahan, itu yang di sebut kesadaran naif. Yang ketiga ialah ketika manusia tahu akan ketidaksesuaian dan mau melakukan pembenahan, itu yang di sebut kesadaran kritis atau yang sering di sebut sebagai critical thinking.
Mungkin cuma itu celotehan yang bisa aku tuliskan. Jika ada kritik maupun masukan silahkan berkomentar di kolom yang sudah di sediakan. Kebenaran datangnya dari Allahu Robbul Alamin, kesalahan datangnya dari manusia. sekian. Wallahua'lam Bisshowab.
Oleh : Satria RK
#Diksipergerakan
Komentar
Posting Komentar