Refleksi Nilai-Nilai Semangat Juang Tinggi R.A. Kartini
Mari
kita merefleksikan diri terhadap tokoh pahlawan perempuan luar biasa yakni R.A.
Kartini. Yang lahir pada tanggal 21 April 1879, di Kota Jepara, Jawa Tengah.
R.A
dikenang sebagai sesosok pahlawan bukan karena perjuangannya dalam peperangan fisik, akan tetapi karena gagasan
dan pemikiran darinya. Melalui pena dan surat yang telah di tulis pada zamannya
lebih tajam dari pada pisau atau tombak.
Keberanian
R.A. Kartini karena berangkat dari kekecewaan dirinya yang mengalami kesulitan untuk
melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi. Meski bagi para perempuan
seumuran pada zamannya, sekolah merupakan sesuau langka.
Kartini
merasakan kecewa, karena saudara laki-lakinya dapat menamatkan pendidikan di
sekolah menengah umum pada waktu zaman Hindia Belanda, Hogere Burgerschool atau
HBS, sedangkan nasib anak-anak perempuan tidak bisa.
Inilah
bentuk tulisan surat Kartini:
“Kami,
anak perempuan yang masih terantai pada adat istiadat lama, hanya boleh
memanfaatkan sedikit saja dari kemajuan di bidang pendidikan itu. Ketahuilah,
adat negeri kami melarang keras gadis-gadis keluar rumah."
"Dan,
satu-satunya lembaga pendidikan yang ada di kota kecil kami hanyalah sekolah
rendah umum biasa untuk orang-orang Eropa. Pada umur 12 tahun saya harus
tinggal di rumah. Saya harus masuk ‘kotak', saya dikurung di dalam rumah, sama
sekali terasing dari dunia luar."
"Saya
tidak boleh keluar lagi selama belum berada di sisi seorang suami, seorang
laki-laki asing sama sekali, yang dipilih orangtua tanpa setahu
kami."
Demikianlah
sepenggal isi surat balasan R.A. Kartini terhadap sahabat penanya, Estella
Zeehandelar di Belanda, tertanggal 25 Mei 1899, seperti yang dikutip dari
sebuah buku Surat-surat Kartini: Renungan tentang dan untuk Bangsanya (1979)
yang telah diterjemahkan Sulastin Sutrisno.
Dalam
surat yang sama, Kartini mencurahkan alasannya bahwa dia ingin sekali untuk
memiliki sahabat pena. Kutipan dari surat tersebut sering menghiasi berbagai
tulisan bahkan sering mengisi pertunjukan di panggung yang bertemakan
emansipasi wanita.
“Saya
ingin sekali berkenalan dengan seorang 'gadis modern', yang pemberani, yang
mandiri, yang menarik hati saya sepenuhnya. Yang menempuh jalan hidupnya dengan
langkah cepat, tegap, riang, dan gembira, penuh semangat dan keceriaan.”
“Gadis
yang selalu bekerja tidak hanya untuk kebahagiaan dirinya saja, tetapi juga
berjuang untuk masyarakat luas, bekerja demi kebahagiaan banyak sesama
manusia.”
R.A.
Kartini mempunyai beberapa sahabat pena yang membuat wawasan dirinya terbuka
dan membuat pemikirannya semakin tajam. Sehingga menjadikan dirinya ingin
mengenyam pendidikan tinggi seperti saudara laki-lakinya.
R.A.
Kartini menginginkan kemandirian dan kemerdekaan. Dirinya tidak ingin
terbelenggu pada adat yang ada di kalangan masyarakat pribumi pada waktu itu.
Maka,
untuk menyelami makna perjuangan R.A. Kartini dalam konteks kehidupan
seorang perempuan, sekarang ini justru
telah menjadi tantangan yang lebih spesial.
Namun,
jangan pernah sampai melupakan hasil-hasil perjuangannya. Karena menurut R.A.
Kartini, perempuanlah yang justru seharusnya mendapatkan akses pendidikan
setinggi-tingginya. Mengapa?
R.A.
Kartini mengungkapkan, karena perempuan yang menjadi seorang ibu adalah pusat
dari kehidupan rumah tangga. Ibu memikul tanggung jawab untuk yang pertama
kalinya sebagai pendidik di dalam keluarga.
Betul
sekali, R.A. Kartini yang berbicara tentang akses pendidikan formal yang
setinggi-tingginya. Namun, dirinya sadar, pendidikan tak hanya tentang
pencapaian gelar. Karena sejatinya mendidik bukan sekadar membuat anak menjadi
pintar dan cerdas saja.
Kemampuan
di bidang intelektualitas dan wawasan yang luas dari seseorang tidak akan
memiliki arti apa-apa tanpa di imbangi dengan budi pekerti yang baik. Dan
menurut R.A. Kartini, pendidikan yang berkualitas seperti itu dalam keluarga
hanya dapat diberikan oleh seorang ibu.
"Perempuanlah,
kaum ibu yang pertama-tama meletakkan bibit kebaikan dan kejahatan dalam hati
sanubari manusia, yang biasanya terkenang dalam hidupnya. Bukan saja sekolah
yang harus mendidik jiwa anak, tetapi juga yang terutama pergaulan di rumah
harus mendidik! Sekolah mencerdaskan pikiran dan kehidupan di rumah tangga
hendaknya membentuk watak anak itu!" ungkap Kartini.
Oleh
sebab itulah, Kartini berusaha keras untuk memperjuangkan pendidikan perempuan
Hindia Belanda di masa itu, dengan mengatakannya kepada Tuan dan Nyonya JH
Abendanon di Kota Jepara. Hal itu disampaikan R.A. Kartini bukan untuk
memperjuangkan hak-hak dirinya semata, tetapi juga untuk para perempuan yang berada
di sekitarnya.
Berikut ini adalah tiga hal penting dari tokoh
R.A Kartini
Jadi,
sebagaimana kita pada zaman sekarang, masih dalam keadaan kuliah atau sudah
bekerja, sudah menikah atau belum, menjadi ibu pekerja atau ibu rumah tangga,
merasa sudah digaji cukup atau tidak, baik dari berbagai jenis profesi apa pun,
dan dalam keadaan apa pun, berikut ini adalah ada 3 hal yang patut kita refleksikan
(renungkan) dari R.A Kartini:
1.
Rajin
Dalam Membaca, dan Memiliki Semangat Belajar Tiada Akhir
“saya
tidak tau lagi kegiatan Kartini selain membaca dan menulis,” demikian adalah
kata salah satu sahabat penulis ketika ditanyakan tentang nilai R.A. Kartini
bagi dirinya.
Ya,
membaca adalah bukti api semangat dalam perjuangan Kartini.
Karena
membaca dapat membuka wawasan, meskipun pemahamannya bergantung pula pada budi
pekerti. Dahulu sering kita dengar, bahwa “buku adalah jendela dunia”. Bersama
dengan Stella, sahabat penanya, Kartini melakukan pembahasan dari sejumlah
buku. Salah satunya yaitu, buku Max Havelaar yang ditulis oleh Multatuli yang
dijadikannya sebagai referensi dalam berdiskusi tentang kondisi bangsanya yang
sedang dijajah.
Di
era digital sekarang, tidak hanya buku yang
dapat dibaca. Namun, nilai-nilai dari perjuangan Kartini bukan semata
tentang bukunya, tetapi bentuk konsistensi dalam memperkaya wawasan dan
keingintahuan tinggi untuk menemukan gagasan dan pengetahuan baru.
Namun,
Seiring dengan bertambahnya usia, manusia pada umumnya malas belajar tentang
pemikiran baru. Celakanya, itu bukan karena semata-mata faktor fisik. akan
tetapi, seringnya adalah penolakan terhadap adanya pemikiran baru. Padahal,
dunia ini terus berubah. Jadi kita memiliki prinsip penting sekali, tetapi
jangan sampai menutup diri untuk belajar dan meiliki gagasan-gagasan baru.
Wawasan
dari R.A Kartini dan kemampuannya dalam mencurahkan isi hati dan berargumen
melalui tulisan adalah dampak positif dari konsistensinya dalam membaca buku.
Karena dengan membaca, seseorang dapat memiliki banyak perspektif yang
bermanfaat dalam memperkaya jiwanya.
Dan
membaca tak dapat terpisahkan dari menulis. Karena luaran dari membaca adalah
hasil menulis, sedangkan secara umum pekerjaan menulis itu adalah hasil dari
membaca.
Sejarah
telah membuktikan bahwa, pemikiran-pemikiran besar seorang tokoh sejak
berabad-abad lalu tetap dikenal sampai saat ini karena mereka menulis, dan
karena ada yang menuliskan pemikiran dari mereka.
"Orang
boleh pandai setinggi langit, tetapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di
dalam masyarakat dan dari sejarah," demikian kata Pramoedya Ananta Toer
seperti tertulis dalam buku Rumah Kaca (1988).
2.
Berani
Dalam Bersikap dan Berani Mengungkapkan Gagasan
“Apalah
arti dari sebuah gagasan tanpa adanya keberanian untuk mengungkapkan”.
Harus
kita akui, bahwa perempuan Indonesia memiliki sebuah permasalahan dalam
keberanian mengungkapkan gagasan. Entah itu karena malu atau tidak berani,
terlebih tidak siap dengan respons yang akan diterimanya.
R.A.
Kartini telah merubah pola pikir tersebut dengan bentuk menulis atau dirinya
mencurahkan isi hatinya secara langsung kepada para sahabat dan keluarganya.
Pastinya,
pada masa sekarang, larangan untuk bersekolah tinggi bukan lagi tantangan utama
perempuan di Indonesia, meskipun masih ada juga yang mengalaminya, namun itu
hanya segelintir saja.
Maka
dari itu, Pada masa sekarang, perempuan harus lebih berani dalam bersikap dan
bersuara, berani mengkritisi ketidak adilan, dan berani untuk mempertanyakan
sesuatu. Berani dalam mengungkapkan gagasan bukan berarti nyinyir, sinis atau
berisik yang tidak berguna, melainkan dalam bentuk kejujuran dan berorientasi
pada kebaikan bersama.
3.
Menjaga
Semangat Juang yang Tinggi
Ketahuilah
bahwa R.A. Kartini tidak hanya diam dan larut mengasihani dirinya ketika sedang
menghadapi kenyataan, bahwa perempuan-perempuan era Hindia Belanda terbelenggu
oleh adat dan tradisi.
Akan
tetapi, R.A. Kartini berjuang dengan gigih dan keras, serta bersemangat dalam
mengejar cita-citanya. Dirinya tahu harus mengejarnya dengan cara bagaimana.
Untuk yang pertama, dirinya mencari sahabat pena yang bertujuan untuk berdiskusi.
Semangat tingginya juga penuh dengan tantangan.
Dalam
sebuah surat kepada Stella, Kartini juga terbuka perihal perasaan-perasaan
pahit dan kadang dirinya merasa tidak berdaya dalam melawan tradisi bahwa
“perempuan Jawa harus kawin pada masa usia muda,” padahal dirinya ingin
mengenyam pendidikan di HBS hingga Belanda.
"Aduh,
Stella, tentu kamu dapat merasakan betapa sedihnya menginginkan sesuatu dengan sungguh-sungguh tapi kamu
merasa tak berdaya untuk mencapainya?" demikian kutipan dari surat Kartini
kepada Estella Zeehandelaar tertanggal 6 November 1899.
akan
tetapi, pengakuan R.A. Kartini atas kelemahan dirinya merupakan sesuatu yang
memiliki dampak positif, sehingga membuat semangat Kartini semakin melesat
tinggi untuk mengejar cita-citanya.
R.A.
Kartini juga membuktikan bahwa untuk mengejar sesuatu yang diimpikan, dirinya
tidak bisa berjalan sendirian saja. Karna dengan bercerita dan berdiskusi
bersama sahabat dekatnya, orang-orang yang mau untuk mendengarkan, R.A. Kartini
mendapatkan inspirasi.
Jadi, selamat memperingati Hari Kartini di tahun 2023,
para perempuan Indonesia...
Penulis:
M. Ainun Najib Anggota PR.PMII Raden Paku UNU Sunan Giri Bojongoro