Ocehan Garing di Dalam Bus
Mentari sudah terbangun dari persembunyiannya. Namun, pagi ini terasa ada yang aneh dengan diriku. Aku yang biasanya tak pernah telat, pagi itu menjadi orang yang paling telat, dan sudah ditunggu oleh banyak dosen dan mahasiswa.
Ketika aku sudah sampai di PCNU semua mata tertuju denganku dan sahabatku. Aku merasa sangat malu, karena menjadi penghambat pemberangkatan. Semula rencana berangkat pagi, gara-gara aku berangkat molor. Melihat bus yang akan kita gunakan sudah berada di simpang jalan. Mereka hanya menunggu kedatanganku dan sahabatku.
Ku kira saat itu aku sudah menjadi yang paling telat. Ternyata masih ada satu lagi mahasiswa yang belum datang. Beberapa dosen dan mahasiswa sudah mencoba menghubunginya ternyata tidak ada respon sama sekali.
"Dia masih tidur di rumah kos kelihatannya." Ucap salah satu teman yang ada di sampingku. Dia mencoba menghubunginya, namun tak kunjung ada balasan juga.
Akhirnya setelah dia terbangun, aku menyuruhnya untuk menyusul bus yang kita gunakan untuk perjalanan. Saya kira dia mau ikut berangkat. Eh, ternyata dia memberi jawaban yang sedikit nylonong.
"Wes, tinggalen wae aku rapopo." Jawabnya dengan nada sedikit menggerutu.
Liburan kali ini menjadi hari yang paling monumental. Karena waktu yang ditunggu- tunggu untuk liburan akhirnya datang juga. Berlibur dan menikmati suasana bersama teman-teman mahasiswa dan para dosen. Tak lupa membuang masa lalu yang suram, saat diriku bodoh akan cinta.
Liburan ini merupakan apa yang dijanjikan para dosen untuk pembubaran panitia Pengenalan Budaya Akademik Kemahasiswaan (PBAK) yang telah dilaksanakan beberapa bulan yang lalu.
Suasana di dalam bus awalnya suasana sempat dingin, terasa dalam kulkas. Hampir tidak ada ocehan sama sekali. Akhirnya, salah satu dosen mencoba mencari bahan pembicaraan. Namun, lagi-lagi aku yang menjadi korban gojlokan. Aku dikaitkan dengan salah satu dosen yang masih bujang di kampus itu. Eh, aku tidak menyebut inisialnya, ya. Diriku sudah biasa dengan hal semacam itu.
Tidak masalah, sih. Untuk mengisi bahan perbincangan kita di sepanjang perjalanan, meskipun aku yang harus menjadi korban. Topik itu seakan-akan menjadi topik paling hangat dan memecahkan suasana bus, ternyata sesampainya di tujuan yaitu Pantai Semilir yang berlokasi di daerah Tuban, aku masih menjadi bahan gojlokan, dan selalu saja di perbincangkan.
Sesekali si korban hanya tersenyum dan tersipu malu, karena hampir seluruh orang di sekitarnya menggojlokinya. Semilir angin di tepi pantai menjadikan susana yang syahdu kala itu, tak terasa waktu begitu cepat dan mengharuskan kita untuk berpindah tempat. Satu yang tak pernah dilupakan adalah sesi dokumentasi dari sahabat dosen dan mahasiswa.
Aku dan rombongan pun melanjutkan perjalanan ke tempat wisata yang kedua, masih di daerah tuban juga tepatnya di Pilanggede Tuban. Suasana di sana sangat mendukung untuk berlibur keluarga dengan wisata alam yang disuguhkan diantaranya ikan hias, pohon sagu yang rindang, dan beberapa spot foto yang tak kalah dengan yang ada di media sosial.
Mungkin tempat wisata ini bisa menjadi rekomendasi bagi kalian untuk menghilangkan penat di penghujung tahun 2020, biaya masuknya juga sangat ramah untuk kantong, dan perlu diingat kita harus mencintai budaya pariwisata lokal yang kita miliki.
Acara ini ditutup dengan makan bersama di salah satu rumah makan ditemani dengan rintikan hujan rahmat Tuhan yang begitu nikamat tidak pernah tergantikan. Setiap rintik hujan tentunya menambah kehangatan suasana kala itu.